09 September 2024

, ,

MADURA DAN BEBERAPA MALU YANG LAIN: LO-MALO DAN RÂNG-BIRÂNG

 Muhri


Mengulas bahasa Madura secara diakronis menjadi menarik ketika penelitian saat ini cenderung pada yang “terbaru”. Kata ini problematik sebab tak ada yang benar-benar baru dalam penelitian. Mungkin yang dimaksud adalah novelty. Kebaruan. Ada kualitas yang terasa baru atau tidak biasa. Tentu objek lama bisa dirasakan kebaruannya. Baiklah kita kesampingkan hal tersebut. Kita buka kembali perbendaharaan lama dari langue orang Madura. Malu.

Saya akan mengabaikan malu dalam budaya. Kita akan masuk pada malu dalam nama. Dalam nahwu ‘alam jins. Dua kata dari flora dan fauna. Lo-malo dan râng-birâng. Putri malu dan luing atau kaki seribu.

Toḍus merupakan hipernim dari beberapa kata malu dalam bahasa Madura barat. Hiponimnya malo, sengka, cangkolang, dsb. Kaitan dengan dua kata ulang di atas?

Lo-malo [lo.ma.lo] berasal dari malo dengan [o]. Kata ini sedikit berbeda dengan malo [ma.lɔ(h)] dengan bunyi [ɔ] yang bermakna kultural. Lo-malo merupakan serapan dari bahasa Melayu malu. Disebut malu-malu sebab tumbuhan ini mengatupkan daun dan rantingnya ketika disentuh. Menghasilkan personifikasi yang mirip dengan manusia ketika malu yang cenderung menutup muka atau masuk ke ruangan untuk menghindar. Kata ini hanya digunakan dalam penamaan dan tidak ditemukan dalam kategori dan bentuk yang lain. Untuk menyatakan malu orang Madura barat menggunakan kata toḍus.



Kata selanjutnya adalah râng-birâng. Sudah bisa diduga bahwa kata ini serapan dari bahasa Jawa wirang ‘malu’. Bunyi w menjadi b dan a menjadi â. Seperti juga putri malu, kaki seribu akan melingkarkan tubuhnya ketika diganggu sebagai bentuk pertahanan diri. Seperti malo, birâng juga tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari selain sebagai nama. Kata ini bersinonim dengan kata toḍus.

0 comments:

Posting Komentar