Muhri
"Hujan bulan Juni". Sebuah puisi yang ditulis oleh Sapardi Djoko Damono. Kita tidak akan bicara tentang puisi ini. Kita bicara bulan Juni dan hujan. Sebuah kejanggalan. sebab, pada bulan Juni kemarau menjelang puncaknya. Seperti diketahui, puncak kemarau pada bulan Juli dan Agustus. Sehingga hujan pada bulan Juni merupakan sebuah anomali. Dalam bahasa Madura, hujan pada musim kemarau disebut nembhârâ’ kembhâr.
Nembhârâ’
kembhâr [nəm.bhɐ.rɐʔ.kəm.bhɐr]
adalah ungkapan idiomatik yang mengungkapkan salah satu fenomema anomali cuaca.
Secara harfiah ungkapan tersebut terdiri atas nem-, bhârâ’, dan kembhâr.
Nem- merupakan bentuk singkat dari ennem yang berarti ‘enam’. Bhârâ’
berarti ‘barat’. Kembhâr berarti ‘kembar’. Secara keseluruhan idiom ini
berarti ‘enam barat kembar’.
Enam pada idiom tersebut berarti jumlah bulan dalam satu musim. Barat berarti angin muson barat sebagai penanda musim hujan. Muson sendiri diperkirakan berasal dari bahasa Arab mausim (مَوْسِم) yang dalam serapan bahasa Indonesianya menjadi musim. Selain kata bhârâ’ tersebut juga dikenal bhârât yang juga berarti barat dan mengacu pada musim penghujan. Dua kata tersebut berbeda dengan kata barat yang dipakai secara umum yaitu bârâ’, dengan b tanpa aspirat. Kata kembhâr mensyaratkan satu wajah dan satu lagi yang mirip. Nembhârâ’ kembhâr, dengan demikian, merupakan musim hujan dan semusim lagi yang juga turun hujan.
Berdasarkan penjelasan di atas, nembhârâ’ kembhâr berarti anomali cuaca ketika hujan turun tidak hanya pada musim penghujan tetapi juga musim kemarau. Istilah kerennya anomali iklim.
0 comments:
Posting Komentar