Muhlis Al-Firmany bukan nama baru dalam gerakan seni di Bangkalan.
Kiprahnya dalam dunia seni teater dan sastra dimulai pada pertengahan 2000-an. Ia
berteater, bersastra, bahkan menggarap film-film pendek yang digarap dengan
baik. Kali ini disajikan puisi-puisi Muhlis tahun 2010-an yang terkumpul dalam
buku Antologi Puisi Canting Kenangan[1]. Dalam artikel
ini dipilih puisi-puisi lanskap yang menggambarkan pengalaman batin penulis
dengan tempat-tempat ikonik di Bangkalan.
Selamat Menikmati.
sungai
tangkel[2]
kecantikan
alamimu
kami
abaikan dari sekian lama perjalanan kami melintasimu?
kini,
kau beda.
mungkin,
sebagai bentuk pembalasan pada zaman
atau
orang-orang berencana lain dengan keberadaanmu?
aku
tak menahu.
tapi,
cara orang-orang memperlakukanmu
menuntut
kami bertanya-tanya.
kami
akui, kami salah; mengabaikanmu,
paling
tidak sekedar mengingat namamu saja kami enggan.
padahal
kami harus menyeberangimus;
ratusan,
bahkan ribuan kali. tak terhitung.
tapi,
satu kali saja beri jawaban pasti pada kami.
kami
yang dusta, kami yang jenaka datang ke sebuah kota;
menemui
mimpi, menemui sepi berakar perkara. bungkam.
menyengsarakan.
kenapa
kau diam?
diammu
banyak membidik. hati-hati.
kelak,
mungkin kau akan lebih cantik.
tangan-tangan
mendandanimu sebagai permaisuri,
bahkan
bisa saja pemujamu dari negeri lain?
atau
kau akan bernasib lain;
sebagai
tempat pebuang segala kotoran.
tersumbat,
tak lagi bernafas. sesak.
karena
mata-mata mulai terpikat.
terangsang
oleh tubuh lain.
tubuh
erotis.
tubuh-tubuh
berlipstik.
bermata
kilau.
kilau
kekasihku,
kini
membentang di tengah selangkang lautan.
takdir:
menemuinya, sama dengan meraba gelap.
kita
amini segala yang terjadi.
Bangkalan,
April 2010
pecinan
pecinan,
kusebut kau demikian.
bangunan-bangunanmu
kokoh. diam, merapat.
dan
sengau melompat dari lubang-lubang sempit;
jejer
bagunan ini milik sisa yang terus meminta pertukaran
rahasia.
mungkin
soal siul kalah.
atau
anak-anak gadang lena akan aroma kembang api.
kembang-kembang
tani bermandi padi.
bernyanyi
puisi.
berlari
dari bibir pelangi.
kami,
darah pribumi
tak
pernah mengerti perempuan bercermin
tirani
atau dinasti bertarih birahi.
ah,
kemarin, iya kemarin
kau
masih mengajakku jalan-jalan.
gelisah
membuatku enggan menginjak kedewasaan,
mengingat
peta terus retak:
timur
dan barat sama-sama berhianat.
kaki-kaki
menjadi dekil. gigil.
merubah
nasib lebih ajaib,
mungkin
dongeng kecil,
kecil
kami memakan rodi-rodi yang kau tunggangi
dari
negeri kincir angin atau negeri tirai bambu.
aku
benar-benar tidak menahu.
sesempit
inikah tanah kita?
sekerdil
apakah bangsa kita?
kita
sudah lama merdeka bukan?
melampaul
ramalan rasi bintang.
sesudah
ini, merpati-merpati putih kita terbangkan
dari
perkampungan nelayan, terlupakan.
bila
ia kembali pulang,
kita
siapkan sangkar berjeruji bulan.
kita
sekap dengan manikam.
rayuan
paling tajam.
pecinan,
kau tarian paling kilau,
kilau
penuh sengatan.
Bangkalan,
April 2010
gunung
geger[3]
klaras,
umbul-umbul itu akan muncul kelak, anakku.
kini
kami sudah besar, eyang, tutur katamu ngiang.
gigil,
dalam diam. dalam-dalam. semai menuai;
benar
atau salah keyakinan kau endapkan dari tanah lampau
hingga
petualang nafas kami sampai di sini?
tutur
cerita kehamilan potreh koneng
meringkuk
sunyi di dekapanmu?
pelarian
atau pertapaan adalah jejak buram,
sebab
dongeng kami, ia tak bersuami?
di
atasmu, bebatuan planang tak semestinya tercipta sendirian?
kami
hanya menyebutmu: kelelakian sejati.
sepi
seperti basah pipi nyai-nyai dihianati nasib.
ah,
wujud tuhan terlalu rahasia untuk kami tafsir.
dan
kami patuhi bahwa ratu adil akan muncul ke bumi?
ketinggianmu
juga terlalu kami yakini sebagai awal mula
timbulnya
pulau garang. gersang, asinnya-pun kilau.
mengalir
sengau darah-darah tanah seberang.
berpulang
sehabis menukar jalan perang.
perang
tak pernah menemui ujung pangkal.
kami
sangsi.
kami
generasi mati.
Bangkalan,
April 2010
[1] Muhlis Al-Firmany, Antologi Puisi Canting Kenangan (Bangkalan:Pagar
Bambu, 2012) Hlm. 1-17
[2] Sungai Tangkel sungai penghidupan masyarakat Bangkalan, terletak di
Kecamatan Burneh.
[3] Gunung Geger bukit/gunung tertinggi di Pulau Madura. Gunung di
bagian selatan bebatuannya berbentuk Planang/alat kelamin laki-laki. Gunung ini
oleh sebaga masyarakat Madura, diyakini tempat akan munculnya Ratu Adil kelak.